"Diam itu tidak selalu emas, kalau bicaranya harus mengutarakan kasih sayang. Jadi meskipun ini bukanlah sebuah hukum, bagimana kalau kita menjadikan patokan semua ini bagi diri, orang yang lebih terbuka kasih sayangnya kepada keluarganya, akan lebih mudah terbuka pintu-pintu kebaikan bagi dirinya
." (Mario Teguh).
DIAM. Sebuah aktivitas yang agaknya mudah sekali kita lakukan. Bahkan seringkali "diam" menjadi agenda rutin yang selalu saja mengisi jadwal harian kita. Parahnya lagi, terkadang diam sudah menjadi ciri khas dari respon seseorang terhadap kasus-kasus yang terkuak di permukaan kehidupan.
Amat menyenangkan memang jika kita terdiam atas kekeliruan yang pernah kita jalani. Wajar, karena dengan diam orang tidak akan tahu (setidaknya pada waktu itu) apa yang sesungguhnya berpolemik. Orang lain akan melihat wajar-wajar saja dengan apa yang terjadi. Akan tetapi, cobalah tanyakan lagi secara seksama pada relung terdalam dari hati yang (masih) bernaluri. Apakah diam itu benar-benar membuat kita merasa tenang?.
"Belum tentu", itulah jawaban amannya. Bisa jadi hanya sebagian (sangat) kecil yang merasa nyaman dengan diam. Sebagian (sangat) besar lainnya merasa bahwa "diam" menjadi letupan-letupan kecil bak gunung api yang sedang mulai aktif. Pada saatnya nanti letupan-letupan itu memicu terbentuknya gundukan tanah yang akan menyumbat mulut gunung dan meledak sebegitu dahsyatnya. Sehingga, separuh puncaknyapun bertaburan tak karuan.
Lalu apa yang hendaknya baik kita lakukan?. Bicaralah. Bicara apa adanya tentang apa yang seharusnya ada. Meski yang seharusnya tidak selalu senyatanya. Dengan bicara, orang lain akan tau apa yang kita tau dan kita pahami. Lalu pastilah orang lain akan paham apa yang kita mau.
Jangan mengkhawatirkan apakah orang lain mau memberikan atau tidak apa yang kita mau. Terlalu banyak berharap bukanlah sikap yang baik. Tapi setidaknya mempunyai harapan bukanlah suatu perkara yang buruk. Setidaknya, satu beban di benak sudah bisa kita sandarkan. Itu akan meringankan langkah kita selanjutnya.
Lantas apakah kita harus selalu membicarakan apa yang ada di aras pikiran kita. Tentu tidak. Berbicaralah seperlunya tentang apa yang perlu dibicarakan. Karena tidak semua yang ada dibenak kita perlu diketahui khayalak ramai. Sedikit rahasia yang kita simpan terkadang justru menambah kekuatan atas strategi pencapaian tujuan. Rahasiakanlah apa yang memang pantas dirahasiakan, sehingga perjuangan ini tidak akan sia-sia.
Diam dan berbicaralah dimana kita harus diam dan berbicara. Meski cukup sulit menentukan sikap kapan kita harus diam membisu dan kapan kita harus lugas berbicara. Jangan sampai "pedang" yang sudah kita persiapkan sebelum perang, justru menusuk diri sendiri akibat kesalahan dalam bersikap.
Berbicaralah untuk meghasilkan kesempurnan dan kemuliaan. Mario Teguh, dengan bahasa khasnya mengatakan, "jika keadaan menuntun kita berbicara untuk mengutarakan kasih sayang. Bicaralah, maka diam bukan berarti emas".
Kota Mendoan, 07 JunI 2011.
Melihat Nyanyian Alam.
Menikmati Elegi Gejolak nan Akut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar