Kaitannya dalam sistem pengelolaan tata niaga pupuk. Kiranya perlu memperhatikan berbagai aspek antara lain: (1) Pengelolaan tata niaga harus menjamin ketersediaan pupuk di tingkat petani dengan harga yang terjangkau, (2) Produsen dan distributor bisa memperoleh income yang layak dari berbagai sudut pandang. Tidak ketinggalan pula, sistem pengawasan perlu dilakukan lebih menyeluruh untuk mengekang keberadaan mafia pupuk.
Keberadaan mafia distribusi pupuk sebagai trouble maker kelangkaan pupuk harus dicegah melalui pemutusan rantai distribusi yang terlampau panjang. Penulis berpendapat bahwa langkah revitalisasi pada lini tertentu dapat memperpendek jalur distribusi. Sehingga harapannya pupuk dapat dengan mudah didistribusikan kepada petani yang memang berhak. Langkah revitalisasi tersebut antara lain:
Sejatinya kelompok tani merupakan wadah yang mampu meningkatkan atau memperkuat kesejahteraan petani. Keberadaan kelompok tani tentu akan lebih baik jika difungsikan untuk menyatukan kekuatan petani dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Termasuk pula pemenuhi kebutuhan saprotan (sarana produksi pertanian) seperti kebutuhan pupuk. Kelangkaan pupuk semestinya bukanlah kendala besar bagi kelompok tani untuk mendapatkan pupuk. Kelompok tani akan memperoleh prioritas penyediaan pupuk jika mampu menyusun RDKPK (Rencana Definitif Kebutuhan Pupuk Kelompok).
Akan tetapi kebutuhan petani terhadap pupuk tidak serta merta dapat terpenuhi meskipun sudah ada kelompok tani. Hal tersebut dilatar belakangi oleh barbagai aspek. Tidak semua petani tergabung dalam kelompok tani. Lebih parah lagi, tidak semua kelompok tani mampu menyusun RDKPK dengan benar. Tentu tidak mengherankan, karena sebagian besar petani kita memanglah bukan petani yang mengenyam pendidikan tinggi sehingga tidak memahami persoalan-persoalan administratif semacam itu.
Lalu apa yang dapat kita lakukan?. Banyak jalan menuju Roma. Tentunya banyak cara juga menangani permasalahn tersebut. Pendayagunaan PPL (Petugas Penyuluh Lapang) sebagai agen perubahan melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluhan tentunya tidak hanya mengenai sistem budidaya, akan tetapi penyuluhan mengenai manajemen organisasi kelompok tani. Termasuk mengenai pembuatan proposal seperti penyusunan RDKPK.
Ibarat sapu lidi, berhimpunnya petani melalui kelompok tani akan memperkuat perjuangan petani terhadap berbagai hal yang merugikannya. Adanya kelompok tani dapat mempermudah pelaporan-pelaporan jika nantinya terdapat kasus ketidak lancaran distribusi pupuk. Melalui kelompok tani, kasus tersebut dapat diajukan kepada Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KPPP) dalam hal ini adalah Bupati/ Walikota. Hal ini selaras dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 17/M-DAG/PER/6/2011 ayat 6 pasal 7. Selanjutnya produsen dapat berkoordinasi dengan KPPP untuk memutuskan penyaluran pupuk secara langsung ke Lini IV yaitu Kecamatan atau Desa.
Meski terdengar begitu klise, koperasi dinilai masih memiliki kekuatan untuk memulihkan kecacatan sistem distribusi pupuk. Terutama dalam kaitannya memutuskan rantai distribusi. Keberadaan koperasi yang didasarkan pada konsep gotong royong anggotanya akan kembali memperkuat bargaining position petani secara umum. Karena petani tidak memiliki kekuatan jika ia bergerak sendiri.
Dengan melalui koperasi petani akan mudah memperoleh pupuk asalkan koperasi mampu bekerjasama dengan kelompok tani anggotanya untuk bersama menyusun RDKPK. Selain dari pada itu, koperasi yang selanjutnya dapat difungsikan sebagai pengecer akan memperoleh keuntungan. Keuntungan itu pula yang nantinya akan kembali kepada petani melalui Sisa Hasil Usaha (SHU).
Terbit di Tabloid INSPIRASI Vol. 2, No. 33, 25 November 2011.
baca bagian lain dari artikel di atas:
"Mafia Pupuk Adalah Musuh Kita Bersama (Mafia Pupuk Part 1)"
"Mafia (Distribusi) dan Kelangkaan Pupuk (Mafia Pupuk Part 2)"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar