Oleh: Arif Ardiawan
Setengah hati. Agaknya menjadi sikap yang seringkali terjadi pada setiap kebijakan-kebijakan yang digulirkan pemerintah. Parahnya sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang tidak pernah absen dari kebijakan-kebijakan tersebut. Mulai dari kebijakan harga produk pertanian sampai pada kebijakan terkait sarana produksi (saprodi) pertanian, termasuk didalamnya adalah ketersediaan pupuk.
Berbagai sistem acap kali diubah-ubah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani. Seperti yang ditulis Valerina Darwis dan Chairul Muslim pada Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (2007), menyatakan bahwa mulai dari kebijakan pada era 1960-1979 dimana perolehan pupuk didapat melalui impor. Kemudian memasuki era tahun 1979-1998 dengan sistem Fully Regulated. Sistem tersebut menandai peran pemerintah yang begitu sentral. Regulasi mengenai kebijakan pupuk ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah. Dinilai tidak efektif, kebijakan pun kembali diubah antara tahun 1998-2001 yang menganut sistem pasar bebas. Nyatanya kebijakan-kebijakan tersebut tidak menjamin ketersediaan pupuk bagi petani.
Secercah harapan semoga dapat terkabul dengan diadakannya pengaturan kembali sistem distribusi pupuk. Sistem tersebut diterapkan dengan berlandaskan pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 22/Permentan/SR.130/4/2011 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011. Berdasarkan data dari KOMPAS On Line September 2011, pada tahun ini Menteri Pertanian menganggarkan besaran volume pupuk bersubsidi untuk urea 5,1 juta ton, SP-36 sebanyak 750.000 ton, ZA 850.000 ton, NPK 2,35 juta ton, dan pupuk organik 703.986 ton. Total mencapai 9.753.986 ton.
Terbit di Tabloid INSPIRASI Vol. 2, No. 33, 25 November 2011.
baca bagian lain artikel di atas :
"Mafia (Distribusi) dan Kelangkaan Pupuk (Mafia Pupuk Part 2)"
"Tangani Mafia Pupuk Melalui Revitalisasi (Mafia Pupuk Part 3)"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar