Rabu, 23 Maret 2011

Transek - Praktikum Ekologi Tanaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsepsi Negara Indonesia sebagai negri agraris pada dasarnya memang cukup tepat. Karena melihat kondisi geografis Indonesia yang berada di garis katulistiwa dengan iklim yang tropis, akan mempengaruhi aspek agraris yang cukup menonjol. Keberadaan unsur-unsur iklim akan sangat menentukan aktifitas atau pola pertanian bagi suatu daerah.
Menurut Kartasapoetra (1993), iklim akan sangat mempengaruhi terutama terhadap karakteristik tanah. Tanah yang notabene merupakan modal utama aktifitas pertanian, keadaannya sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu diantaranya hujan, suhu dan kelembaban. Meskipun pengaruhnya terkadang bersifat menguntungkan atau bahkan ada yang merugikan.

Keanekaragaman tanaman budidaya yang ada di Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar. Pada beberapa tanaman, hanya dapat tumbuh pada daerah tertantu atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah tanaman spesifik lingkungan. Akan tetapi ada pula beberapa jenis tanaman yang mampu tumbuh diberbagai lokasi berbeda meskipun dengan keadaan atau kondisi lingkungan yang berbeda pula.

Sebagai Negara kepulauan yang juga terletak pada lempengan dunia, potensi alam Indonesia cukup beragam seperti adanya gunung berapi yang aktif dan mampu menyuburkan lingkungan sekitar melalui erupsi vulkanink yang terjadi. Dengan kondisi tersebut, maka topografi daerah Indonesia sangat beragam mulai dari dataran tinggi sampai dataran rendah yang masing-masing memiliki karakteristik iklim dan lingkungan yang berbeda.

Perbedaan topografi antar daerah sangat menentukan aktifitas pertanian mulai dari sistem penataan lahan, sistem penanaman sampai pemeliharaan dan jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi tersebut. Meskipun tidak selamanya kondisi lingkungan dan iklim menjadi dasar pemikiran penentuan jenis tanam dan pola aktifitas pertanian. Beberapa petani menerapkan pola pertaniannya dengan dasar memperoleh keuntungan yang besar dari kegaiatan usaha tani tersebut. Sehingga terkadang aktifitas tersebut tidak sesuai dengan kaidah konservasi. Akibatnya usaha pertanian tersebut tidak memiliki efek yang bersifat keberlanjutan (sustainable effect).

Interaksi antara unsur biotic dan abiotik dari suatu lingkungan juga menjadi objek yang dapat menentukan tindakan-tindakan tepat kegiatan budidaya. Pemanfaatan yang dilakukan terkadang memerlukan modifikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi tujuan utama dari konsepsi diatas adalah memenuhi kesejahteraan manusia dengan mempertimbangkan pula aspek kesejahteraan makhluk hidup lainnya termasuk tanaman.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui dan menganalisis distribusi dan jenis tanaman yang dibudidayakan berdasarkan tingkat ketinggian tempat yang berbeda serta pengamatan terhadap faktor-faktor lingkungannya.

II. BAHAN DAN ALAT

Bahan dan peralatan yang digunakan pada praktikum ini antara lain: Kertas Plano, Kertas A4, Spidol, Pensil Warna, Ballpoint, buku catatan, Altimeter, TermoHygro, Soil Tester, Busur Derajat, Benang, Penggaris, Lux meter.


III. PROSEDUR KERJA

a. Tahap Persiapan
 Sebelum dilakukan transek, sebaiknya dipersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk mengambil data-data yang sekiranya diperlukan.
 Dipersiapkan pula kelompok yang akan mengikuti transek.
 Lakukan kembali pembahasan mengenai tujuan pelaksanaan transek tersebut secara detail sehingga pada saat di lapang tidak terjadi kesalahan yang berarti.
b. Tahap Pelaksanaan
 Sepakati bersama lokasi yang sekiranya akan dilakukan transek.
 Sepakati lokasi awal pengamatan
 Lakukan pejalanan pengamatan terhadap tanaman yang dibudidayakan
 Amati tanaman apa saja yang dibudidayakan serta pola pertanamanya.
 Ambil data mengenai ketinggian tempat, kelembaban udara dan tanah, pH tanah, suhu, kemiringan lahan, serta intensitas cahaya.
 Catat di dalam buku catatan.
c. Tahap pasca pelaksanaan
 Buatlah gambar mengenai kondisi lahan yang diamatai pada transek tersebut
 Masukan data-data yang diperoleh dan disesuaikan dengan gambar yang ada
 Buatlah tanda dan tulisan yang mudah dipahami.
 Presentasikan hasil pengamatan transek tersebut.

IV. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA


V. PEMBAHASAN

Praktikum transek dilakukan dengan mengamati kondisi lingkungan yang mempengaruhi kegiatan budidaya pertanian serta berbagai macam tanaman yang dibudidayakan. Pengamatan dilakukan terhadap tiga lokasi yang berbeda menurut ketinggian tempat. Perbedaan lokasi dikategorikan antara lain lokasi bagian bawah, dengan ketinggian tempat 310 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sedangkan pada lokasi kedua atau yang dinamakan lokasi tengah, berada pada ketinggian 450 mdpl. Sedangkan lokasi yang ketiga yang dinamakan lokasi atas berada pada ketinggian 548-550 mdpl.

Pertumbuhan tanaman dan urutannya yang terjadi dalam suatu tahuan ditentukan oleh interaksi iklim, tanah, tanaman dan pengelolaan. Suatu jenis tanaman akan tumbuh baik jika kebutuhan minimum akan air, energi dan nutrient tersedia serta ada tempat untuk tumbuh. Setiap jenis tanaman memerlukan susunan factor tumbuh tertentu untuk pertumbuhan yang optimal (Wisnubroto, 1999).

Sebagai salah satu faktor penting pada kegiatan budidaya pertanian, pengamatan terhadap kondisi karakteristik tanah dirasa sangat penting. Berdasarkan hasil pengamatan , diperoleh data yang menunjukan sifat atau karakteristik tanah sampel dari berbagai tipe ketinggain lokasi. Tekstur tanah dari semua lokasi memiliki jenis lempung berpasir terutama terlihat jelas pada daerah atas, hal ini disebabkan karena rata-rata fraksi debu pada daerah dengan kondisi yang miring akan mudah terbawa oleh aliran permukaan karena ukuran partikelnya yang relative kecil serta ringan, sehingga pada daerah atas keberadaan fraksi debut cukup sedikit.

Pada pengukuran pH tanah, diperoleh data bahwa pH tanah pada lokasi atas sebesar 7 atau lebih besar dari kedua lokasi dibawahnya. Menurut kartasapoetra (1993), pada daerah dengan curah hujuan yang tinggi, air hujan yang menimpa tanah akan memberikan dua afek yaitu menghanyutkan bahan organic atau meresapkan bahan organic kedalam tanah. Sehingga pH tanah pada lokasi atas lebih besar jarena bahan organic tercuci ke areal yang lebih rendah yang mengakibatkan akumulasi bahan organic di lokasi yang lebih rendah. Peristiwa itu pula yang menyebabkan warna tanah pada daerah bawah sedikit lebih gelap dibandingkan warna tanah pada daerah atas, karena selain bahan organic mempengaruhi pH tanah, juga mempengaryuhi warna tanah. Semakin tinggi kandungan bahan organic tanah, maka warna tanah akan semakin gelap (Hardjowigeno, 1993).

Beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan udaha budidaya adalah memperhatikan kondisi lingkungan sektar baik secara sosial maupun keadaan lingkungan yang secara langsung berpengaruh. Ada beberapa alternative yang dapat ditrerapkan pada aspek budidaya yaitu pertama menentukan jenis tanaman yang cocok pada suatu iklim pada lingkungan tersebut, atau kedua menentukan lingkungan yang cocok sebagai tempat hidup tanaman. Akan tetapi pilihan pertama banyak dilakukan karena secara teknis mudah dilakukan serta tidak memerlukan banyak biaya terutama biaya pencarian lahan yang tepat untuk tanaman budidaya tersebut.

Berdasarkan data hasil pengamatan, terdapat perbedaan vegetasi yang dibudidayakan antar lokasi pengamatan. Pada lahan bawah, banyak dibudidayakan tanaman singkong serta jagung. Pada lahan tengah banyak dibudidayakan tanaman padi, dan tanaman sayuran seperti buncis dan cabai. Sedangkan pada lokasi atas, tanaman yang dibudidayakan pada umumnya merupakan tanaman pohon tahunan seperti jati, petai, alba, kopi, meskipun masih disela dengan tanaman singkong.

Perbedaan jenis tanaman yang dibudidayakan disebabkan karena menyesuaikan kondisi lingkungan yang ada. Tanaman semusim banyak terdapat didaerah tengah serta bawah karena cenderung mampu bertahan dan memerlukan banyak cahaya serta tanaman semusim tidak memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga jika ditanama pada daerah dataran tinggi akan mempengaruhi kualitas lahan karena tidak sesuai dengan kaidah konservasi. Tanaman semusim tidak ditanam di dataran tinggi karena kemampuan untuk menahan air kecil sehingga tidak mampu menyimpan air dalam waktu lama yang mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau.

Banyaknya tanaman pohon tahunan yang ditanam didaerah atas akan menjaga kualitas lahan karena pohon memiliki sistim perakaran yang kuat dan dalam sehingga mampu menahan keberadaan air dan mampu menjaga ketersediaan air meski pada musim kemarau.

Sebagian besar pola tanam yang diterapkan adalah pola tanam tumpang sari, bahkan pada areal atas, menggunakan pola kebun campur. Pada lahan bagian tengah, pola tanama yang dilakukan adalah monokultur karena melihat tanaman yang dibudidayakan merupakan tanaman sayuran semusim. Pola tanam tumpang sari dinilai mampu memberikan keuntungan karena memperbanyak masa panen.

Sistem pengolahan lahan juga disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat, pada lahan dengan kondisi kemiringan yang cukup curam, dilakukan penataan lahan dengan sistem terasering atai dikenal pula dengan istilah sengkedan. Pola pemanfaatan lahan dengan sistem terasering pada lahan yang miring merupakan langkah tepat karena mampu menjaga kualitas lahan. Dengan pengelolaan lahan sesua kontur, maka akan mengurangi besarnya erosi akibat aliran air permukaan yang dipengaruhi pula oleh panjang lereng (Arsyad, 2000). Oleh karenanya, pada lahan atas dengan kemiringan yang cukup tinggi prosentasenya, banyak terdapat terasering.

Pengamatan dilakukan pula terhadap aspek kelembaban nisbi udara, karena kelembaban udara juga akan mempengaruhi proses transpirasi tanaman yang akan mempengaruhi produktifitas tanaman budidaya. Pada pengamatan kelembaban, digunakan alat termohygro. Kelembaban menunjukan angka yang tinggi pada lokasi tengah karena pada saat pengukuran, kondisi dalam keadaan mendung bahkan hampir terjadi hujan.

Kemiringan lahan menunjukan keadaan yang cukup variatif terutama pada lokasi tengah dan atas. Pada lokasi bawah, kemiringan lahan memiliki nilai yang sama yaitu 11%. Sedangkan pada lokasi tengah, kemiringan mencapai 33,3%. Pada lokasi atas, petak yang terletak paling bawah memiliki kemiringan yang cukup curam sebesar 44.4%, sedangkan petak lainnya memiliki kemiringan 4,4%. Pemanfaatan lahan lereng dengan kemiringan yang cukup curam dilakukan dengan pengolahan lahan secara terasering, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak panjang lereng yang mengakibatkan erosi meningkat. Menurut Hardjowigeno (1999), factor lereng ditentukan oleh kecuraman, panjang, dan bentuk lereng. Pengelolaan tanah pada lereng yang curam membutuhkan lebih banyak tenaga dan modal dibandingkan daerah datar. Lahan miring juga memiliki masalah dalam pengelolaan air dan erosi.

Semua tanaman yang dibudidayakan dan terekam dalam hasil transek menurut Wisnubroto (1999) dinilai berada pada kisaran suhu lingkungan yang cukup sesuai meskipun kesesuainnya tidak semuanya termasuk pada kualifikasi kelas pertama (S1). Pada lokasi bawah, kondisi suhu sesuai untuk tanamn ubi kayu meski tingkat kesesuainnya berada pada tingkat ke tiga (S3). Pada lokasi tengah, tanaman padi dinilai sesuai pada kelas S2 karena masih berada pada kisaran suhu 26-28 oC. pada lokasi atas, kondisi suhu dinilai sesuai berdasarkan kelas S1 karena masih berada pada kisaran suhu 26-28 oC. hal tersebut berlakupula untuk komoditas the dan kopi yang ada pada lokasi atas kawasan yang dilakukan transek.

VI. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suatu tempat, maka keberadaan tanaman semusim semakin sedikit karena sistem perakaran tanaman semusim pendek sehingga tidak mampu menahan air terlalu lama. Pada lokasi yang tinggi akan semakin terdapat tanaman pepohonan dalam jumlah yang relative banyak. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan air dalam tanah. Selain sebaran jenis tanaman, beberapa parameter lingkungan juga diamati untuk mengetahui hubungan antara tanaman dengan lingkungan tumbunya.


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hardjowigeno, Sarwono. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Presindo. Jakarta.
Hardjowigeno, Sarwono. dkk. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Kartasapoetra, Anca Gunarsih. 1993. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar