Senin, 31 Oktober 2011

Indonesia Berbohong Tentang Demokrasi



                Demokrasi. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Slogan yang acap kali dimasivkan disaat mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan. Bahkan sejak Sekolah dasar, hingga SMA slogan itu tak habis-habisnya didengungkan. Tapi, slogan itu tak ubahnya pepesan kosong, yang tak memberikan kebenaran realistis tentang bagaimana seharusnya posisi rakyat disuatu Negara yang katanya menyandang demokrasi.
                Slogan itu tak lagi manis terdengar. Bahkan menyakitkannya lagi, kini slogan itu telah berubah menjadi, dari rakyat, oleh rakyat, untuk pejabat. Bukan suatu yang berlebihan klo kita cermati. Lihat saja, wacana pembangunan gedung baru DPR yang mewah tentu menuai protes dari berbagai kalangan. Seperti tidak ada rasa empati sedikitpun di benak para anggota dewan, disaat kinerja buruk menjadi prestasi, malahan gedung baru yang menjadi kesepakatan fraksi-fraksi.
                Penilaian moral macam apa yang mereka gunakan. Mengaku sebagai wakil rakyat, tapi mendengar aspirasi rakyat pun telinga semakin tertutup rapat. Mau dibawa kemana suara rakyat. Suara yang mengantarkan anggota dewan mengenyam empuknya kursi di parlemen. Disaat rakyat menjerit, beramai-ramai mereka menampik. Disaat pemilu digelar, janji-janji terdengar begitu mrnggrlrgar. Mereka berbondong-bondong mengobral janji pahit yang terlihat manis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar