Senin, 31 Oktober 2011

Mereka sembunyi di balik RUU



                Mencapai sebuah kemenangan dapat ditempuh melalui dua jalan, lemahkan lawan atau tingkatkan kekuatan. Menariknya, langkah pertama seringkali menjadi pilihan favorit untuk mencapai sebuah tujuan bernama “kemenangan”. Entah kemenangan seperti apa yang jelas berujung pada perolehan keuntungan, baik secara moril maupun materil.
                Langkah yang demikian itupula yang mungkin dipilih mereka “pemegang” suara rakyat yang bernama Dewan perwakilan Rakyat (DPR) untuk melicinkan ambisinya. Banyak hal yang bisa dijadikan tolak ukur mengenai perihal tersebut. Misalkan saja pengambilan keputusan mengenai hak angket pajak yang beberapa waktu lalu menjadi perdebatan sengit diantara anggota dewan. Sebagian mereka menolak pembentukan panitia hak angket pajak dengan alasan sudah ada satgas pemberantasan mafia pajak yang sudah bekerja. Akan tetapi itu alasan yang mereka utarakan didepan sorotan media, apakah memang itu alasan sebenarnya atau justru mereka khawatir jikalau kedok mereka terbongkar.
                Sebagian lainnya mendukung pembentukan panitia angket mafia pajak dengan alasan ingin membuktikan siapa yang sesungguhnya bersalah. Akan tetapi, lagi-lagi pernyataan itulah yang mereka lontarkan didepan khayalak ramai. Permasalahannya adalah apakah itu menjadi landasan pemikiran mereka, bisa jadi pembentukan panitia hak angket dipergunakan sebagai media “cuci tangan” bagi mereka yang (merasa) bersalah.
                Seperti itulah kesibukan para anggota dewan, memanjakan diri dengan beragam fasilitas mewah yang diperoleh dan berkelit saling ungkit tatkala eksistensinya terusik. Anehnya peristiwa itu kembali terulang saat ini, meski dengan tema yang beerbeda yaitu revisi undang-undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ada beberapa hal unik yang bisa kita lirik, ujung-ujungnya bisa membuat dahi kita mengernyit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar