Rabu, 11 November 2009

Realita Child Abuse

RESENSI

Judul buku : A Child Called "It" : Sebuah Kisah Nyata Perjuangan Seorang Anak untuk Bertahan Hidup
Penulis : Dave Pelzer
Penerjemah : Danan Priatmoko
Tebal : 184 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Cetakan : 7 September 2003

Realita Child Abuse

Anak menurut sebagian orang adalah sebuah anugerah dari Tuhan yang harus dirawat, dibimbing dan dididik supaya tumbuh besar dan mempunyai loyalitas ataupun semangat hidup tinggi. Sehingga dapat membahagiakan serta berguna bagi orang-orang yang berada disekitarnya. Akan tetapi disisi lain menurut sebagian orang, anak adalah bagaikan api dalam sekam yang suatu waktu dapat menimbulkan "bencana". Bencana yang dapat merusak rumah tangga, bencana yang dapat mebuat malu keluarga karena mungkin merupakan hasil dari hubungan diluar nikah, misalnya. Hal-hal tersebut dapat menjadikan pemicu adanya praktek "Child Abuse" atau biasa kita kenal dengan sebutan kekerasan terhadap anak.
Pada hakikatnya fenomena mengenai Child Abuse sudah sering kita saksikan pada acara film-film dan artikel-artikel dimajalah-majalah maupun surat kabar yang ada disekitar kita. Akan tetapi kasus-kasus seperti itu sering dipaparkan secara sensasional sehingga kita semakin tidak dapat merasakan dan memahami apa dan bagaimana sesungguhnya perihal yang terjadi tentang fenomena Child Abuse tersebut, apa yang sesungguhnya dialami dan diderita oleh anak yang menjadi korbannya.
Realitas Child abuse yang sesungguhnya inilah yang akan diceritakan oleh Dave Pelzer sebagai penulis serta pelaku utama pada kisah yang sesungguhnya. Pengalaman masa kecil Dave merupakan kesaksian dari kemenangan atas semangat kemanusiaan untuk tetap mempertahankan kehidupannya. Buku ini bercerita secara lebih hidup mengenai penyiksaan-penyiksaan yang diderita oleh dirinya melalui tangan ibu kandungnya sendiri, dan ketidak pedulian orang lain akan penderitaan dan penganiayaan yang dialaminya serta lingkungan keluarga yang tidak memiliki sifat political wisdom atau kearifan politik dalam keluarga yang dihuni oleh Dave Pelzer yang berada di daratan California tersebut.
Dalam buku ini, Dave mencoba membawa kita untuk ikut mengalami rasa takutnya, rasa kekalahannya, rasa kesendiriannya, rasa sakitnya, rasa kekesalannya, rasa kepedihannya, dan rasa marahnya sampai pada harapannya yang terakhir melalui sudut pandang orang pertama dalam cerita. Kisah yang dipaparkan Dave Pelzer ini tidak semata-mata hanya menunjukan kondisinya yang mengenaskan sekaligus mengancam hidupnya, tetapi kisah yang diceritakan dalam buku ini dapat menunjukan keteguhan hatinya yang tidak tergoyahkan yang tentunya dapat dijadikan sebagai inspirasi ataupun tolak ukur bagi kita semua untuk merangkul keluarga lebih dekat dalam dekapan kasih sayang.
Meskipun buku ini menceritakan seonggok kisah nyata, akan tetapi sejumlah nama tokoh dalam buku ini sengaja diganti agar tidak mengganggu perasaan orang lain. Buku yang pertama dari rangkaian tiga buku atau dapat dikatakan sebagai trilogi ini menggambarkan perkembangan penggunaan bahasa dari sudut pandang seorang anak kecil. Irama bicara dan kosa katanya mencerminkan usia serta pengetahuan anak tersebut pada masa itu. Buku ini ditulis berdasarkan kehidupan si anak pada umur 4 sampai 12 tahun.
Dalam membaca buku ini, untuk lebih memahaminya kita harus pandai-pandai mengatur alur. Karena alur antara bab satu dengan bab lainnya belum tentu sebuah rentetan alur cerita yang runtut. Akan tetapi, meski peletakan sub judul tidak runtut. Setelah mulai membaca sekelumit cerita dari buku tersebut dapat di mungkinkan banyak pembaca yang terusik emosinya yang serta-merta memunculkan banyak pertanyaan. Mungkin beberapa pertanyaan yang ada pada benak pembaca tersebut dapat terjawab pada dua buku lanjutannya yang tergabung dalam trilogi ini yakni The Lost Boy dan A Man Named Dave. Dan hal yang sangat diharapkan dari adanya pemaparan dari kisah perjuangan hidup Dave Pelzer yang termaktub dalam buku ini adalah agar dapat menolong, membujuk serta menuntun kita untuk selalu berusaha menghentikan penyiksaan terhadap anak sebelum hal itu terjadi lebih parah.
Resensor : Arif Ardiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar