Kamis, 14 Oktober 2010

laporan praktikum kultur jaringan


LAPORAN PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN TANAMAN
Semester Gasal
2009/2010
Disusun Oleh:
Nama : Arif Ardiawan
Nim : A1L008062
Tanggal
Praktikum : 3o November 2009
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2009
ACARA I. STERILISASI PERALATAN
I. PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan maupun organ , serta menumbuhkannya dalam keadaan aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Sany, 2007).
Konsep awal dari kultur jarngan adalah diketahuinya kemempuan totipotensi dari sel tumbuhan. Totipotensi sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.

Lingkungan aseptic sebagai salah satu syarat utama suksesnya kegiatan kultur jaringan perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu perlu adanya usaha sterilisasi peralatan yang akan digunakan dalam proses kultur.
Tidak hanya terbatas pada peralatan, namun ruangan yang akan digunakan pun harus dalam kondisi aseptic. Tujuan utama dari sterilisasi ruangan maupun peralatan kultur pada dasarnya untuk menghindari kontaminasi oleh mikro organisme yang ada di peralatan maupun di udara bebas sekitar ruangan. Perlakuan tersebut mutlak dilakukan terutapa pada ruang penabur atau tempat yang digunakan untuk penanaman eksplan.
  1. Tujuan
Tujuan dari acara ini adalah untuk meningkatkan ketrampilan mahasiswa dalam melakukan sterilisasi peralatan dengan menggunakan autoklaf.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai syarat mutlak suksesnya kultur jaringan tanaman, biasanya sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Bahkan autoklaf juga dapat digunakan untuk sterilisasi media tumbuh kultur jaringan. Tipe autoklaf yang dapat digunakan untuk sterilisasi sangatlah beragam macamnya, mulai dari yang sederhana sampai digital (terprogram) (Gunawan, 1988).
Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api Bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari api. Kelemahan dari autoklaf ini adalah bahwa perlu adanya penjagaan dan pengaturan panas secara manual dan terkontrol, selama masa sterilisasi dilakukan. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan, yaitu: lebih sederhana sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.
Autoklaf yang lebih komplit menggunakan sumber energi dari listrik. Alatnya dilengkapi dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini berjalan dengan baik. Maka autoklaf dapat dijalankan sambil mengerjakan pekerjaan lain. Kelemahannya adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka pekerjaan persiapan media menjadi sia-sia dan kemungkinan menyebabkan kerusakkan total pada autoklaf. Sebagai sumber uap, juga berasal dari air yang ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan.
Biasanya untuk laboratorium komersial, menurut Gunawan (1988), diperlukan autoklaf dengan kapasitas besar dan sumber uap biasanya dari boiler yang terpisah. Autoklaf ini sangat cepat dan dapat diprogam waktu sterilisasi serta waktu pendinginan. Setelah sterilisasi bahan atau alat selesai, temperatur dan tekanan autoklaf diturunkan secara perlahan-lahan dalam waktu 15-20 menit. Pada autoklaf yang programmable (memiliki program yang dapat diatur), panas ini diatur secara atomatis. Tetapi pada autoklaf yang sederhana hal ini harus diatur secara manual.
III. METODE PRAKTIKUM
  1. Alat dan Bahan
Bahan dan peralatan yang digunakan pada acara praktikum ini antara lain autoklaf, kompor serta gas, peralatan kaca/Glass ware (seperti botol kultur, Erlenmeyer, petridish, gelas piala), peralatan penanaman /Dissecting kit (seperti pinset, scalpel), aluminium foil, kertas paying, karet gelang, kertas merang, kertas pembungkus, plastic seal.
  1. Prosedur Kerja
    1. Glass ware dan dissesting kit dicuci bersih dengan sabun, dibilas dengan air lalu dikeringkan. Setel;ah kering mulut botol ditutup dengan aluminium foil dan dieratkan dengan plastic seal (segel plastik). Pinset dan scalpel dibungkus dengan kertas aluminium foil.
    2. Glass ware dan dissesting kit disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 120oC pada tekanan 17,5 psi selama 30 menit.
    3. Selama proses sterilisasi berlangsung, autoklaf ditutup rapat sehingga tekanan didalam autoklaf naik. Tekanan tinggi tersebut dipertahankan selama 30 menit dengan mengecilkan api, dilakukan selama tiga kali.
    4. Kompor dimatikan setelah proses sterilisasi selesai katup dibuka untuk membuang uap air hingga tekanan 0 psi.
    5. Autoklaf dibuka dan peralatan yang disterilisasi diambil.
    6. Peralatan disimpan di tempat yang bersih.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Beberapa peralatan yang disterilisasi menggunakan autoklaf diantaranya adalah:
1. Petridish: digunakan sebagai tempat peletakan potongan eksplan di LAF sebelum dilakukan penanaman.
2. Botol Kultur: digunakan sebagai botol tempat ditanamnya eksplan.
3. Erlenmeyer: digunakan untuk menyimpan larutan stok.
4. Scalpel: digunakan untuk memotong eksplan.
5. Pinset: digunakan untuk menjapit eksplan
6. Aluminium Foil: digunakan untuk menutup botol kultur maupun untuk melindungi larutan stok dari cahaya matahari secara langsung.
C. Pembahasan
Alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan steril. Karena kondisi yang seteril akan menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan kultur jaringan. Karena jika kondisinya tidak steril, maka akan mudah terkena kontaminasi sehingga kemampuan ttipotensi sel akan terhambat. Alat-alat logam dan gelas yang digunakan pada saat penanaman dapat disterilkan dalam autoklaf. Alat tanam seperti: pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan dalam bacticinerator ataupun pembakar bunsen.
Menurut Anonim (2009), khusus untuk skalpel, gagangnya dapat disterilkan dengan pemanasan, namun mata pisaunya (blade) dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam temperature tinggi. Oleh karena itu untuk mata pisaunya dianjurkan cara sterilisasi dengan pencelupan dalam alkohol atau larutan kaporit.
Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 1210C, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan.
Sterilisasi media yang terlalu lama dapat menyebabkan :
1. Penguraian gula.
2. Degradasi vitamin dan asam-asam amino.
3. Inaktifasi sitokinin zeatin riboside.
4. Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar.
Autoklaf gas atau listrik portable pada umumnya mempergunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf, sedangkan autoklaf besar pada laboratorium komersil pada umumnya menggunakan uap dari boiler sentral.
Bagian-bagian autoklaf :
1. Panci luar.
2. Panci dalam tempat meletakkan botol dengan alur tempat saluran uap.
3. Tutup beserta penunjuk tekanan dan saluran uap.
4. Katup pengeluaran uap.
5. Pengunci atau klem.
Sterilisasi Peralatan Kultur
1. Botol bersih diberi beberapa tetes aquadest dan tutup dengan kertas atau aluminium foil (jangan terlalu kencang bila menggunakan aluminium foil). Untuk botol-botol yang mempunyai tutup yang autoclaveable, jangan tutup terlalu kencang, karena selama pemanasan terjadi pemuaian.
2. Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset, gunting, gagang skalpel, kertas saring, petri-dish, botol-botol kosong, jarum dan pipet.
3. Alat-alat dan kertas saring dibungkus rapi dengan kertas tebal atau ditaruh dalam baki stainless steel dan bakinya dibungkus dengan kain tebal sebelum dimasukkan dalam autoklaf. Alumunium foil tidak direkomendasikan sebagai pembungkus, karena uap tidak dapat masuk ke dalam bungkusan. Alat-alat sektio seperti pinset, gunting, gagang skalpel, dan jarum, dibungkus dengan kertas kopi atau kertas merang. Hindarkan penggunaan Al-foil karena uap sukar masuk kedalam bungkusan sehingga sterilisasi kurang efektif.
4. Petri-dish akan disterilkan, juga dibungkus dengan kertas kopi atau kertas merang.
5. Temperatur yang digunakan untuk sterilisasi botol kultur kosong dan alat-alat yang akan digunakan untuk menanam eksplan, adalah 1210C pada tekanan 15 psi (pound per square inch) atau 1 atm selama 30-60 menit. Penghitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan dan temperatur yang diinginkan tercapai.
Selain menggunakan autoklaf, menurut Anonim (2009), sterilisasi dapat juga dilakukan dengan menggunakan oven.yaitu dengan cara botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah, biasanya disterilkan dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih, dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 1600C. Setelah disterilkan dapat langsung digunakan. Bila botol akan disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama, maka sewaktu sterilisasi, mulut botol harus ditutup dengan alumunium foil.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sterilisasi peralatan kultur dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C pada tekanan 15-17,5 psi. selama 30 menit. Beberapa peralatan yang di sterilisasi menggunakan autoklaf antara lain botol kultur, petridish, Erlenmeyer, aluminium foil, scalpel, dan pinset.

ACARA II. PEMBUATAN MEDIA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selain peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu factor utama dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam.
Media kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan knadungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada kultur.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujaun untuk:
  1. Mengetahi dan mempraktikan cara membuat larutan stok
  2. Mengetahui dan mempraktikan cara membuat medium MS (Murashige & Skoog)
  3. Melakukan sterilisasi medium
II. TINJAUAN PUSTAKA
Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan unsur mikro, gula, protein, vitamin, dan hormon tumbuhan. Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan selain kondisi aseptic juga oleh media tanam. Campuran media yang satu, dapat cocok untuk jenis tanaman tertentu, tetapi dapat kurang cocok untuk jenis tanaman yang lain.
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsure murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam media tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan dalam konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Rahardja, 1995)
Untuk memenuhi factor pertumbuhan tanaman, media kultur jaringan yang baik mengandunga (Anonimous, 2009):
1. Hara anorganik. Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada masing – masing media tapi konsentrasinya berbeda karena diberikan dalam bentuk yang berbeda.
2. Hara organic. Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3. Sumber karbon. Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4. Agar. Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.
5. pH. media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh. Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13.
7. Air. distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
8. Pemilihan Media. Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda pada media tersebut.

III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada acar pembuatan media ini adalah magnetic stirrer, timbangan analitik, tabung Erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, pipet makro, pipet mikro dan pipet tetes, pengaduk, pemanas kompor, pH meter, botol kultur, autoklaf, aluminium foil, plastic seal. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain media MS dengan kandungan unsure makro, unsure mikro, besi, vitamin, ZPT berupa Kinetin dan IAA, bahan pemadat berupa agar “Swallow”, Sukrosa, KOH atau NaOH 1M, dan HCL 1M.
B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan stok
a. larutan stok a merupakan larutan hara makro, dibuat 10 kali dilarutkan dalam 1000 ml aquades.
b. Larutan stok B merupakan larutan hara mikro, dibuat 1000 kali dilarutkan dalam 100 ml aquades.
c. Larutan stok C merupakan campuran FeSO4.7H2O dan Na2-EDTA. Dibuat 100 kali dan dilarutkan kedalam 200 ml aquades.
d. Larutan stok D merupakan larutan vitamin kecuali mio-inositol, dibuat 100 kali kedalam 200 ml aquades.
e. Larutan stok E merupakan larutan mio-inositol, dibuat 100 kali dan dilarutkan kedalam 100 ml aquades.
f. Larutan stok F merupakan larutan ZPT, dibuat 100 kali kedalam 500 ml aquades.
2. Pembuatan Media kultur
a. Aquades Sebanyak 500 ml dipersiapkan didalam Erlenmeyer ukuran 1000 ml. larutan stok A, B, C, D, E, dan F dimasukan kedalam Erlenmeyer sesuai dengan yang dibutuhkan. Untuk pembuatan 1L medium, maka stok A diambil sebanyak 100 ml, stok B diambil 5 ml, stok C diambil 5 ml, stok D diambil 50 ml, stok E untuk auksin dan sitokinin masing-masing 1 ml. semau bahan tersebut dicampur hingga merata.
b.30 gr sucrosa ditambahkan ke dalam gelas ukur dan biarkan sampai homogen.
c. Aquades ditambahkan ke dalam gelas ukur sampai volumenya mencapai 1000 ml.
d.pH media diukur dengan pH meter yaitu dengan memasukkan sensor ke dalam larutan media. Jika kurang dari 5,6-5,8 ditambahkan larutan NaOH dan jika lebih ditambahkan larutan HCL.
e. Masing-masing Larutan media dimasak dengan kompor dan ditambahkan 350 gr agar-agar.
f. Media dimasukkan ke dalam botol kultur Kira-kira tingginya 2-3 cm, kemudian botol kultur ditutup lagi.
3. sterilisasi media
a. botol yang sudah berisi medium, dimasukan kedalam autoklaf untuk disterilisasi pada suhu 1210C dengan tekanan 15-17,5 psi selama 20 menit.
b. Setelah selesai sterilisasi, botol disimpan diruangan yang sejuk.

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Media Murashige & Skoog padat.
B. Pembahasan
Pembuatan media harus berdasarkan perhitungan konsentrasi yang tepat. Karena akan mempengaruhi keberhasilan tumbuh eksplan. Media yang digunakan merupakan media Ms (Murashige dan Skoog). Pada proses pembuatannya, unsure makro diencerkan sebanyak 5 kali, unsure mikro 100 kali, stok Fe 200 kali, vitamin 10 kali, ZPT 100 kali. Ditambakan pula sukrosa yang bertujuan untuk memberikan bahan baku metabolisme eksplan karena eksplan beum mampu menghasilkan asimilat seperti tumbuhan pada umumnya. Selanjutnya ditambahkan pemadat berupa agar “swallow” untuk memadatkan media.
Laritan stok Fe dibuat dengan dilarutkan menggunakan alcohol absolute atau alcohol 90-96 %. Karena bahan yang digunakan untuk membuatan laruten stok Fe sukar larut. Atau untuk memudahkan dapat pula dibakar atau dipanaskan.
Pembuatan larutan stok pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan bahan-bahan yang diperlukan pada pembuatan media dengan konsentrasi yang tepat. Karena media-media yang digunakan pada kultur jaringan diperlukan unsure-unsur dengan konsentrasi yang sangat kecil. Karena tidak dimungkinkan menimbang unsure dengan konsentrasi yang sangat kecil, maka dibuat lah larutan stok dengan menggunakan konsep kalibrasi, sehingga pada pembuatan media, unsure-unsur tersebut dapat digunakan seusia dengan konsentrasi yang diinginkan (Sriyanti, 2002).
Selain media MS yang digunakan, terdapat pula beberapa jenis media lain, diantaranya (Raharja, 1995):
  1. Heler
  2. White
  3. Nitsch & Nitsch
  4. Hildebrandt, Riker dan Duggar
  5. Gautheret
  6. Knudson
  7. VAcin dan Went
  8. Miller
  9. Linsmaier & Skoog
  10. Gamborg
  11. Murashige & Skoog
  12. White, diperkaya dengan fosfat dan diperkuat dengan senyawa organic seumber N serta asam amino.
Media nomor 1 sampai dengan nomor 5 adalah media dasar yang hanya berisi unsure makro dan unsure mikro. Untuk keperluan kultur jarigan, media tersebut masih perlu ditambahkan bahan pelengkap berupa asam amino, vitamin, gula dan hormone tumbuhan. pH disesuaikan sehingga nilainya berkisar sekitar 5,6. Bahan-bahan lain yang dapat ditambahkan sebagai pelengkap misalnya ekstrak tauge, ekstrak ujunga kecambah jagung dan air kelapa muda (Raharja, 1995).
Seperti halnya peralatan kultur, media yang digunakan juga perlu dilakukan sterilisasi untuk menciptakan kondisi lingkungan yang aseptic bagi eksplan. Menurut Anonim (2009) ada beberapa cara sterilisasi media diantaranya adalah:
A. Sterilisasi Media Menggunakan Autoklaf Portable, dapat dilakukan dengan prosedur sebaga berikut:
(Pemanasan menggunakan api)
1. Isi panci luar dengan air, kalau dapat dengan aquadest untuk menghindarkan pengendapan Ca yang biasa terdapat pada air ledeng, sebanyak 1 liter untuk autoklaf kecil, dan 1.5 liter untuk autoklaf besar
2. Botol-botol media yang akan disterilkan, dimasukkan ke dalam panel-dalam. Susun botol-botol tersebut hingga mencapai permukaan panel.
3. Atur posisi panci dengan memperhatikan alur tempat saluran uap yang terdapat pada tutup dan lingkaran permukaan panci-luar
4. Tutup dengan erat. (kencangkan pengunci tanpa menggunakan alat)
5. Biarkan katup pengeluaran uap dalam keadaan terbuka.
6. Letakkan autoklaf di atas kompor gas atau pembakar Bunsen.
7. Panaskan sampai air dalam autoklaf mendidih dan uap mulai keluar dari katup pengeluaran uap.
8. Biarkan uap keluar selama 5 menit (minimum), untuk mengeluarkan udara mengeluarkan udara yang terperangkap dalam autoclave.
9. Tutup katup pengeluaran uap.
10. Amati kenaikan temperature dan tekanan.
11. Setelah tekanan mencapai 15 psi, api kompor dikecilkan.
12. Jaga keadaan tekanan 15 psi ini dengan mengatur besar kecilnya api kompor secara manual. Selama sterilisasi, jangan meninggalkan autoklaf dan mengerjakan hal lain diruang lain, karena tekanan dapat meningkat sampai melewati batas. Keadaan ini berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan alat.
13. Setelah waktu sterilisasi tercapai, matikan api kompor.
14. Uap dikeluarkan sedikit-sedikit dengan mengatur katup pengeluaran uap (buka sedikit-sedikit). Jangan sekali-kali membuka katup dan membiarkan uap keluar sekaligus. Keadaan ini menyebabkan media atau air bubble up.
15. Setelah tekanan turun sampai 0, buka pengunci dan keluarkan panci yang berisi media.
B. Sterilisasi Aquadest dan Media Menggunakan Autoklaf Listrik (Digital Atau Non Digital)
Dalam sterilisasi aquadest, lebih efektif bila digunakan wadah yang mempunyai volume antara 300 – 500 ml. Isi wadah tersebut sampai 80% volume, dan tutup dengan kertas, serta kencangkan dengan karet gelang.
Media disterilkan dalam autoklaf. Untuk aquadest sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya erlemeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Waktu sterilisasi sama dengan waktu untuk sterilisasi alat-alat waktu 30 menit pada tekanan 15 psi. atau 1 atm.
Untuk media kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperature 121Oc, tekanan antara 15 psi atau 1 atm dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media. Untuk 15-50 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 50-100 ml, sterilisasi dilakukan pada tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Untuk 20 botol volume 1 liter membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 34 menit, 10 botol volume 2 liter memerlukan waktu 37 menit, 5 botol 4 liter waktu yang digunakan 52 menit. Dengan waktu yang lebih lama.
Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, cairan didalamnya mendidih dan meluap (bubbled up). Untuk bahan-bahan yang heat-labile dalam bentuk larutan, sterilisasi dilakukan dengan menyaring larutan melalui filter yang mempunyai ukuran pori 0.20-0.22 um. Diameter filter yang bermacam-macam tergantung dari volume larutan yang ingin disterilkan. Untuk volume larutan 10 ml, dipergunakan filter yang dipasang di ujung jarum suntik. Bahan yang heat labile antara lain : GA3, Thiamin-HCL, Ca-panthothenate, Antibiotik: carbenocilin (Anonimous, 2009).
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
  1. Pembuatan larutan stok dilakukan dengan mengencerkan menggunakan aquades. unsure makro diencerkan sebanyak 5 kali, unsure mikro 100 kali, stok Fe 200 kali, vitamin 10 kali, ZPT berupa IAA dan Kinetin 100 kali.
  2. Pembuatan medium MS dilakukan dengan mencampurkan stok yang telah dibuat. Untuk pembuatan 1L medium, maka stok unsure makro diambil sebanyak 100 ml, stok unsure mikro diambil 5 ml, stok Fe diambil 5 ml, stok vitamin diambil 50 ml, stok ZPT untuk auksin dan sitokinin masing-masing 1 ml.
  3. Sterilisasi medium dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C pada tekanan 15-17,5 psi selama 20 menit.

ACARA III. PELAKSANAAN KULTUR JARINGAN TANAMAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pelaksanaan kultur jaringan yang dapat dikatakan proses terakhir yaitu penanaman eksplan. Syarat pertama kultur jaringan juga masih digunakan pada pelaksanaan ini yaitu kondisi yang aseptic. Pada pross penanaman eksplan, lingkungan yang digunakan haruslah benar-benar dalam kondisi yang aseptic. Oleh karenanya penanaman biasanya dilakukan di Enkas, sebuah kotak dengan tepi yang transparan dan terdapat lubang untuk tangan, atau dengan menggunakan LAF (Laminar Air Flow).
Kontaminasi yang terjadi pada kultur jaringan merupakan momok yang cukup mengganggu proses kultur jaringan. Namun kontaminasi juga dapat dicegah dengan perlakuan-perlakuan yang aseptic. Stelah dua acara praktikum diatas dilakukan sterilisasi terhadap peralatan kultur dan media kultur, tanaman atau eksplan yang akan ditanam juga harus dalam keadaan steril dan sehat artinya eksplan tidak terserang penyakit ataupun terkena serangan mikroba.
Keberadaan kontaminan yang berasal dari spora maupun mikroba lainnya sangat sulit dihindari termasuk juga di dalam ruang kultur. Untuk itu sterilisasi ruangan juga perlu dilakukan tentunya dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan yang aseptic dan menghilangkan mikroba maupun spora penyebab kontaminan.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan mempraktikan cara menanam eksplan dan sub kultur.
2. Mengamati pertumbuhan eksplan
3. Mencari factor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Problem terbesar yang dihadapi para tissue culturist adalah kontaminasi mikroba pada kultur (baik bakteri maupun jamur). Dua cara dapat dilakukan untuk mengurangi kontaminasi kultur, yaitu (Anonimous, 2009):
  1. Metode fisik
Metode fisik untuk ditujukan untuk mengatasi kontaminasi mikroba dimaksudkan untuk mengurangi ukuran populasi mikroba. Cara ini meliputi:
mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3 – 4 minggu sebelum mulai kultur jaringan. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi pestisida atau fungisida jika perlu. Kelebihan pengairan mesti dihindari. Tabel berikut memperlihatkan populasi organisme mikro pada bunga tomat yang dipelihara dalam kondisi yang berbeda.
Pada saat memulai kultur jaringan, tanaman dicuci bersih, dan bagian yang tidak akan dikulturkan segera dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan yang merata untuk membuang semua partikel tanah dan daun mati. Termasuk juga membuang sebagian besar daun, karena kebanyakan daun tidak digunakan dalam kultur.
Bahan tanaman kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 20 menit, sampai beberapa jam, tergantung sumber bahan tanaman. Ini sama artinya dengan membuang jutaan mikroba ke drainase.
  1. Metode Kimia
Metode ini dapat dilakukan dengan larutan sodium hypochlorite (NaOCl). Kebanyakan lab menggunakan bleach (pemutih) seperti Bayclin, yang mengandung 4% chlorine tersedia. 25 mL Bayclin yang dibuat menjadi 100 mL dengan penambahan air destilata akan memberi konsentrasi 1% chlorine tersedia. Karena kemurniannya, hypochlorite memiliki aktivitas yang kecil pada pH melebihi 8.0 dan akan lebih efektif jika pH diatur menjadi sekitar 6.0 dengan penambahan HCl (Behagel, 1971). Untuk meningkatkan kesuksesan menggunakan chlorine, langkah berikut semestinya diikutsertakan:
Tambahkan deterjen ke larutan kloringe, misalnya beberapa tetes Tween 20 atau Triton. Berikan sedikit tekanan pada perlakuan chlorine. Ini dapat dilakukan dengan desikator vakum yang disambungkan ke air atau pompa tipe lain. Goyang – goyangkan (agitasi) larutan klorine secara manual atau dengan menggunakan shaker selama periode disinfestasi.
Semua teknik tersebut akan meningkatkan kontak tanaman dengan larutan klorine. Lama perlakuan dengan larutan klorin yang diperlukan akan berbeda – beda, tergantung tipe dan sensitivitas bahan tanaman. Setelah eksplan selesai di sterilisasi, eksplan perlu dipotong supaya efektif dalam penanaman dan hasil yang diharapkan. Pemotongan dan penanaman eksplan dilakukan di LAF untuk tetap menjaga kondisi aseptiknya. Laminar air flow cabinet biasanya disteriliasi permukaan dengan 70% alkohol (v/v). Meskipun alcohol asam (70% v/v, pH 2.0) mungkin lebih efektif sebagai desinfektan, jarang digunakan karena memiliki efek korosif pada permukaan logam. Semua alat dibenamkan pada larutan 70 – 80% (v/v) ethanol dan dipanasi dengan lampu spiritus sebelum digunakan. Agar aman, sebaiknya wadah yang mengandung alcohol untuk pemanasan (flaming) diletakkan pada suatu wadah dengan dasar yang berat. Ini mencegah jatuhnya wadah alcohol akibat tersenggol secara tidak sengaja yang dapat menyebabkan kebakaran dalam laminar. Sebagai aturan umum, buanglah alkohol yang tersisa pada beaker glass setelah melalukan pengkulturan (Anonimous, 2009).

III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada acara ini antara lain berupa LAF, Botol kultur yang berisi media, Scalpel, Sprayer, Pinset, Api Bunsen, Cutter/gunting, Petridish, Masker, dan Tisue. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Detergen, Alkohol 70% dan, Aquades steril, Air, umbi wortel, umbi bawang putih, dan Dethane.
B. Prosedur Kerja
B.1. Persiapan ruang penabur
1. Sebelum digunakan ruang penabur disterilkan dengan sinar UV selama 30 menit atau dengan menyemprotkan alcohol 96% ke bagian tangan dan botol yang berisi media
2. Alat-alat yang digunakan diatur dengan rapi pada LAF, posisi scalpel dan pinset serta alcohol 96% yang digunakan untuk mensterilkan dissecting kit (scalpel dan pinset) disebelah kiri Bunsen sedangkan botol kultur disebelah kanan.
3. Petridish diletakan dibagian tengah, setiap selesai eksplant dipotong petridish ditutup kembali untuk menghindari kontaminasi.
4. Selesai digunakan alat disterilkan dengan alkohok dan dibakar dengan Bunsen.
5. Sebelum masuk kedalam LAF semua seperti botol dan tangan harus disterilkan dengan alcohol 96%.
6. Setiap selesai menggunakan pinset maupun scalpel, lalu dicelupkan kedalam alkohol, lalu dibakar pada nyala api bunsen.

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Eksplan umbi Wortel
- Jenis Kontaminasi
§ Pada Media: berwarna kuning, semula berwarna putih.
§ Pada eksplan: warna eksplan pudar disekitar eksplan terdapat lendir.
- Tingkat Kontaminasi
§ Pada media: pada seluruh bagian media
§ Pada eksplan: pada bagian eksplan yang kontak dengan media.
- Waktu Kontaminasi
§ Pada media: 4 hari setelah penanaman
§ Pada eksplan: 4 hari setelah penanaman
2. Eksplan umbi Bawang Putih
- Jenis Kontaminasi: -
- Tingkat kontaminasi: -
- Waktu kontaminasi: -
- Tumbuh tidaknya eksplan: tidak terdapat tanda-tanda kontaminasi pada keempat pengamatan. Tanda-tanda tumbuh juga tidak terlihat. Kemungkinan eksplan mengalami stagnasi.
B. Pembahasan
Penanaman eksplan wortel (Daucus carota) dan bawang putih (Allium sativum) dilakukan di dalam LAF (Laminar Air Flow). Berdasarkan namanya, laminar ini mengandung pergerakan udara yang steril. Sehingga memungkinkan bekerja melakukan penanaman dalam kondisi yang steril. Dalam melakukan penanaman, beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah (Anonimous, 2009):
1. Semprot atau usap baigan dalam laminar flow cabinet dengan 70% etil atau isopropyl alcohol sebelum menghidupkan cabinet. Alcohol 70% penting dinguankan, absolute alcohol (95%) tidak membunuh mikroba)
2. Hidupkan cabinet. Jika anda menggunakan lampu UV pastikan anda sudah mematikannya sebelum meletakkan bahan tanaman di dalam cabinet.
3. Semprot semua wadah dan bahan dengan ethanol 70% sebelum meletakkannya dalam cabinet.
4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun dan air dan usap dengan 70% ethanol sebelum mengambil tanaman. Penting dicatat bahwa ethanol memiliki efek residual; karenanya sebaiknya menggunakan Hexifoam (desinfektan untuk kulit).
5. Jika menggunakan api, berhati-hatilah
6. Atur ruang kerja dalam cabinet sehingga tidak banyak gerakan tangan menyilang di dalam cabinet.
7. Jika bahan tanaman jatuh ke permukaan cabinet, anggap terkontaminasi dan buang
8. Setelah selesai mentransfer kultur, matikan cabinet, semprot atau usap dengan 70% ethanol dan tutup cabinet.
Eksplan atau dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme–organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
Meskipun usaha sterilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aseptic sudah sering dilakukan, namun kontaminasi masih sering terjadi. Kontaminasi yang terjadi diperkirakan disebabkan oleh mikrobia golongan protista. Yaitu Kapang lendir seluler yang menurut Susilowati (2001) adalah genus Dictyostelium. Hal ini ditentukan berdasarkan morfologi koloni yaitu adanya plasmodium yang tersebar di seluruh permukaan medium kultur yang terkontaminasi. Plasmodium ini lama kelamaan membentuk agregrat berupa benang miselium yang sangat halus dan menjadi pusat koloni. Pada pengamatannya, terdapat lender berwarna kuning. Kontaminasi tersebut terjadi pada kultur umbi wortel.
Sebagai sumber utama kontaminan, eksplan memiliki perlakuan khusus pada proses sterilisasinya. Diantranya adalah pencucian dengan menggunakan deterjen ditujukan untuk menghilangkan sisia-sisa tanah pada umbi eksplan. Selanjutnya di rendam dalah alcohol untuk menghilangkan atau membunuh kuman. Selanjutnya dicelupkan pada larutan klorok untuk membunuh mikroba terutama yang ada di bagian dalam eksplan. Digunakan pula fungisidad untuk membunuh spora ataupun cendawan yang diperkirakan ada pada eksplan.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Penanaman eksplan dilakukan di LAF (Laminar Air Flow). Penggunaan alat sebelumnya sudah dalam keadaan steril. Penanaman dilakukan dengan cara mencelupkan scalpel dan pinset ke dalam alcohol 96% lalu dibakar pada nyala api Bunsen. Setelah itu alat baru bisa digunakan untuk menanam. Pada setiap botol kultur, diisi 3 potong eksplan.
2. pada eksplan umbi wortel (Daucus carota) terjadi kontaminasi oleh bakteri yang diduga merupakan golongan protista genus Dictyostelium. Terbukti terdapatnya lendir yang cukup tebal dan berwarna kuning pada media dan sekitar eksplan. Pada eksplan umbi bawang putih (Allium sativum) tidak terjadi kontaminasi. Pada pengamatan terakhir, tidak terlihat tanda-tanda pertumbuhan dan tidak pula terdapat kontaminasi, artinya eksplan mengalami stagnasi.
3. Kontaminasi yang terjadi pada eksplan umbi wortel (Daucus carota) disebabkan oleh bakteri yang diduga merupakan genus Dictyostelium. Kontaminasi terjadi karena bakteri yang ada belum musnah oleh perlakuan sterilisasi eksplan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Sterilisasi Media adan Alat. http://e-learning.unram.ac.id/KulJar/BAB%20IV%20STERILISASI/IV2%20Sterilisasi%20Alat.htm. Diakses tanggal 27 Desember 2009.
Anonimous. 2009. Media Kultur Jaringan. http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman/12-media-kultur-jaringan.html. diakses tanggal 27 Desember 2009.
_________. 2009. Pembentukan Kultur Aseptik. http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman/5-pembentukan-kultur-aseptik.html. diakses tanggal 27 Desember 2009
_________. 2009. Fasilitas Dan Teknik Untuk Kultur Jaringan Tanaman. http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman/10-fasilitas-dan-teknik-untuk-kultur-jaringan-tanaman.html. diakses tanggal 27 Desember 2009.
Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan, PAU Bioteknologi, IPB.
Rahardja, P. C. 1995. Kultur Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius, Yogyakarta.
Susilowati, Ari. Shanti Listyawati. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Jurnal Biodiversitas Volume 2 No. 1 hlm 110-114.

7 komentar:

  1. ARTIKEL YANG SANGAT BAGUS, PASTI BANYAK MENOLONG ORANG LAIN

    SALAM KENAL, KUNJUNGI BLOG KAMI

    BalasHapus
  2. hahaha
    beruntungnya saya menemukan artikel ini
    :D

    BalasHapus
  3. makasih om artikel nya, hehehe ngebantu banget

    BalasHapus
  4. itu tahap pas bagian "PELAKSANAAN KULTUR JARINGAN TANAMAN" emang cuma segitu kah?

    BalasHapus
  5. Alah mbuh mumet..
    ra mudheng...
    he.he.he..

    Ndhun..
    Tema template blogspot yang keren2 bisa di download di mana yanhh..

    www.chozyworld.blogspot.com

    BalasHapus
  6. terima kasih atas blognya mas, sangat membantu bagi pemula seperti saya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. your welcome.. sering2 berkunjung dan beri komentar ya..

      Hapus