Jumat, 29 April 2011

HEMAT ENERGI: Indonesia Perlu Memasuki Industri Hijau

Jakarta, Kompas - Indonesia diharapkan segera masuk dalam era revolusi industri hijau, dan jangan hanya memfokuskan pada program pengurangan emisi CO semata. Jika tidak, Indonesia akan mengalami penurunan daya tarik tujuan investasi langsung perusahaan multinasional yang mengutamakan teknologi industri hijau.
Demikian Prof Dr Djoko Wintoro dalam pidato ilmiah, ”Revolusi Industri Hijau dan Krisis Sumber Daya Energi”, berkenaan pengukuhan Guru Besar Sekolah Tinggi manajemen Prasetya Mulya di Jakarta, Kamis (28/4).

Menurut Djoko, revolusi industri hijau ini, selain berkenaan dengan kian menipisnya sumber daya energi dunia, juga ternyata semakin banyak negara sadar lebih menguntungkan mengembangkan industri hijau sejak sekarang daripada membiarkannya dengan risiko kerugian yang lebih besar di belakang hari.
”China dan Korea Selatan sudah mengembangkan revolusi industri hijau dalam kegiatan bisnis mereka,” ujar Djoko. Revolusi ini bermakna penghematan penggunaan sumber daya energi, penghematan energi, berkurangnya emisi CO, dan minimnya dampak lingkungan. Semua ini akan mendorong standar hidup sosial.
Menurut Djoko, Indonesia semakin tidak menarik bagi investasi asing langsung jika tidak segera menerapkan industri hijau yang intinya mengembangkan inovasi teknologi hijau. ”Karena ke depan perusahaan multinasional yang ada membutuhkan dukungan produksi hijau untuk menghasilkan produk hijau bertujuan ekspor,” ujarnya.
Kondisi ini, kata Djoko, akan membuat Indonesia kehilangan devisa karena tidak ada produksi produk hijau yang bisa diekspor. Cadangan energi tidak terbarukan juga cepat habis dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, CEO Global Growth&Operation GE ASEAN Stuart L Dean mengatakan, semakin banyak perusahaan yang sadar manfaat dari teknologi ramah lingkungan bagi operasi mereka. Potensi inilah yang dimanfaatkan GE dalam pengembangan bisnisnya di Asia Tenggara.
”Perusahaan penerbangan di Indonesia, seperti Garuda dan Lion Air, memakai mesin baru yang sanggup menghemat pemakaian bahan bakar sampai 8 persen dibanding mesin biasa. Dalam jangka panjang, ini akan sangat menghemat biaya pemakaian bahan bakar yang menjadi porsi paling besar,” ujar Stuart kepada Kompas di sela-sela acara Business for the Environment Global Summit 2011 di Jakarta.
Di Indonesia, GE telah menginvestasikan 1,8 miliar dollar AS. GE bekerja sama dengan PT KAI dan PT INKA dalam peremajaan lokomotif yang dibuat di Indonesia dengan memaksimalkan komponen lokal. ”Menggunakan kereta api untuk angkutan barang lebih efisien dan lebih minimal dari segi dampak emisi karbon dibandingkan menggunakan truk,” kata Stuart. (ppg/dot). Kompas, 29 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar