Jumat, 29 April 2011
GLOBAL SUMMIT: Atasi Soal Iklim dan Lingkungan Butuh Sinergi
Demikian dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi pembicara kunci dalam The Business for The Environment Global Summit 2011 di Jakarta, Kamis (28/4). Forum yang dihadiri entitas bisnis dan pemerhati lingkungan dari sejumlah negara itu juga dihadiri Administrator Program Pembangunan PBB (UNDP) Helen Clark.
Sengketa Tanah TNI
HEMAT ENERGI: Indonesia Perlu Memasuki Industri Hijau
Kumpul Kerbau
tata bahasa
Batuan Purba Penahan Erosi
Kamis, 28 April 2011
RUU Perkoperasian Kapitalis
Aneh karena koperasi sendiri adalah bentuk perlawanan dari kegagalan sistem kapitalisme dan sistem yang ditengarai menjadi jalan tengah bagi ketegangan tarikan sistem dominasi negara dan sistem fundamentalisme pasar. Namun, begitulah kenyataan yang ada pada RUU Perkoperasian kita yang sudah diproses lebih dari 10 tahun, kini sedang digodok di DPR, dan ditetapkan dalam agenda legislasi tahun ini.
Kita pahami bahwa koperasi itu adalah organisasi yang berbasis pada orang, bukan asosiasi berbasis pada modal. Justru karena perbedaan ini, koperasi itu diakui dan ada.
RUU Perkoperasian Kapitalis
Suroto
Terasa aneh, sebuah Rancangan Undang-Undang Perkoperasian disusun dengan substansi yang kapitalistik.
Aneh karena koperasi sendiri adalah bentuk perlawanan dari kegagalan sistem kapitalisme dan sistem yang ditengarai menjadi jalan tengah bagi ketegangan tarikan sistem dominasi negara dan sistem fundamentalisme pasar. Namun, begitulah kenyataan yang ada pada RUU Perkoperasian kita yang sudah diproses lebih dari 10 tahun, kini sedang digodok di DPR, dan ditetapkan dalam agenda legislasi tahun ini.
Kita pahami bahwa koperasi itu adalah organisasi yang berbasis pada orang, bukan asosiasi berbasis pada modal. Justru karena perbedaan ini, koperasi itu diakui dan ada.
Citarum Tercemar dari Hulu
Akibatnya, hampir semua fungsi sungai yang sangat strategis bagi kepentingan nasional itu rusak berat. Percemaran dan sedimentasi terjadi mulai dari hulu sungai di Situ Cisanti di kaki Gunung Wayang, Bandung selatan, dan mengalir sepanjang 269 kilometer hingga muara sungai di Pantai Muara Merdeka, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jabar.
Jumat, 22 April 2011
Governansi Ekonomi Pupuk Majemuk
Pemberian hadiah Nobel Ekonomi 2009 kepada Profesor Elinor Ostrom dan Profesor Oliver Williamson (warga Amerika Serikat) seakan pelepas dahaga tentang betapa penting sebuah kebijakan diambil berdasarkan landasan obyektif-teknokratik dan empiris-kemanfaatan/kearifan masyarakat. Kebijakan ekonomi akan kacau balau jika hanya didasarkan pada lobi-lobi bisnis dan politik yang sering mengatasnamakan ”aspirasi arus bawah”, misalnya.
Pupuk sebagai salah satu faktor penting produksi tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan sebenarnya telah menjadi bagian dari pembangunan peradaban sistem pertanian di Indonesia. Penggunaan pupuk kimia (anorganik) berkembang setelah Revolusi Hijau yang dimulai sejak program Bimbingan Massal (Bimas) dan Intensifikasi Massal (Inmas).
Kamis, 21 April 2011
Solusi Kerakyatan untuk Energi Baru
Invasi Ulat Bulu Suatu Musibah?
Hampir semua kalangan menunjukkan reaksi yang sangat berlebihan, dari rakyat biasa sampai pejabat. Mereka menyikapi ulat bulu sebagai makhluk sampah yang harus dimusnahkan. Tidaklah mengherankan bila yang muncul adalah tindakan sadis dan reaktif: dari menyemprot dengan insektisida sampai membakarnya.
Pembangunan Gerus Kearifan Lokal
Pembangunan yang selama ini dilakukan pemerintah cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berakibat pada terabaikannya hak-hak masyarakat.
Hak ulayat adat atau kearifan lokal, misalnya, makin tereduksi akibat laju mesin pembangunan yang tak afirmatif. Beberapa proyek pembangunan di Indonesia dapat dijadikan sebagai contoh. Pembangunan jalan trans-Kalimantan yang menghubungkan sejumlah kota besar di pulau itu telah menimbulkan resistensi masyarakat Dayak pedalaman. Masyarakat Dayak menilai pembangunan jalan itu akan mengubah perilaku warga dari budaya bersampan di sungai menjadi berkendaraan di jalan. Identitas suku Dayak yang selama ini terbangun atas basis sungai dikhawatirkan akan tereduksi dengan kehadiran jalan itu.
Peduli Ibu Bumi
Peduli Ibu Bumi
Oleh Al Andang L Binawan
Sudah lama Bumi disapa sebagai ibu. Ini secara implisit mengatakan bahwa Bumi adalah sumber kehidupan. Akhir-akhir ini kesadaran itu terasa makin besar.
Banyak pihak seolah-olah berlomba menunjukkan diri ramah lingkungan, lebih-lebih menjelang Hari Bumi pada 22 April. Hampir setiap hari muncul iklan bertema ramah lingkungan. Kecenderungan ini sejalan dengan hasil riset Roy Morgan Single Source yang mencermati bahwa isu lingkungan di Jabotabek tahun 2008 menduduki peringkat kelima, padahal tahun 2007 hanya peringkat kesembilan.
Tentu saja kecenderungan ini menggembirakan mengingat kondisi Bumi makin memprihatinkan. Sangat diharapkan kecenderungan positif ini sungguh menjawab permasalahan Bumi. Untuk itu, tulisan ini mencoba menawarkan arah yang lebih dalam terhadap kepedulian itu.
Kondisi Bumi
Salah satu potret kondisi Bumi yang layak diangkat adalah hasil penelitian Millennium Ecosystem Assessment, lembaga penelitian di bawah PBB. Yang terutama diteliti adalah dampak perubahan ekosistem terhadap kehidupan manusia serta usul-usul perbaikannya.
Dalam laporan terakhir, terutama Ecosystem and Human Well-Being: Synthesis, 2005, ada empat temuan utama yang masih relevan untuk dikutip. Pertama, selama 50 tahun terakhir manusia telah mengubah ekosistem secara intensif dan ekstensif jauh lebih cepat dari masa-masa sebelumnya. Kebutuhan akan pangan, air bersih, hasil pertambangan, dan minyak mendorong eksploitasi itu. Akibatnya, daya dukung Bumi terhadap kehidupan manusia turun drastis.
Kedua, perubahan ekosistem memang memberi sumbangan substansial pada kemajuan ekonomi dan kehidupan manusia. Namun, ada dampak buruk berupa penurunan daya dukung ekosistem bagi kehidupan, peningkatan risiko dari perubahan nonlinear, dan peningkatan kemiskinan pada masyarakat. Ini berarti penurunan daya dukung ekosistem bagi generasi yang akan datang.
Ketiga, daya dukung ekosistem akan menurun drastis dalam paruh pertama abad ini. Hal ini akan mempersulit pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs).
Keempat, tantangan untuk memperlambat laju degradasi ekosistem dan sekaligus tantangan meningkatkan daya dukungnya bisa dicapai dengan memerhatikan usulan Millennium Ecosystem Assessment ini. Hanya saja, tetap sangat diperlukan perubahan kebijakan, kelembagaan, dan praktik-praktik. Artinya, masih banyak pilihan untuk mempertahankan dan meningkatkan daya dukung ekosistem.
Antropogenik
Mirip dengan hasil penelitian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Millennium Ecosystem Assessment juga menyebut peran manusia—antropogenik—pada setiap kerusakan. Sayang, tidak dikatakan lebih jauh tentang berbagai hal yang bisa dilakukan manusia. Yang disebut lebih bersifat praktis adalah perubahan kebijakan, kelembagaan, dan praktik-praktik.
Memerhatikan pola bahwa manusia bertindak juga dilandasi oleh cara pandangnya, usulan-usulan itu belum mendasar. Yang dimaksud di sini adalah cara pandang manusia tentang Bumi dan kedudukan manusia itu di tengah alam sekitarnya. Salah satu sebab dari berbagai kerusakan ekosistem adalah cara pandang yang menempatkan manusia sebagai pusat (antroposentris).
Kesadaran bahwa Bumi sebagai ibu adalah kesadaran yang melihat kedudukan manusia vis-a-vis Bumi tidak lagi sebagai pusat. Bumi seisinya bukan sekadar alat. Masing-masing punya harkat dan martabat.
Hal ini kiranya perlu didorong lebih jauh supaya menjadi perubahan cara pikir. Diharapkan gerakan kepedulian yang sudah muncul jadi punya landasan yang lebih kokoh. Hal ini mengurangi kekhawatiran bahwa kepedulian yang ada sekadar mode sesaat.
Imperatif etis
Dengan berlandaskan pemahaman filosofis tentang kedudukan Bumi seisinya vis-a-vis manusia baru, muncul beberapa makna etis dari kepedulian. Salah satu gagasan itu bisa ditimba dari Henryk Skolimowski, filsuf Polandia yang menggeluti filsafat lingkungan. Dalam bukunya, Living Philosophy: Eco-Philosophy as a Tree of Life (1992), disebut, ada tiga imperatif etis bagi manusia yang menganggap Bumi sebagai ibu.
Pertama, hormat terhadap kehidupan. Artinya, setiap bentuk kehidupan yang ada di Bumi perlu dihormati sesuai dengan harkat dan martabatnya. Selain itu, setiap kehidupan saling terhubung sehingga menghormati hidup yang satu sebenarnya berarti menghormati kehidupan keseluruhan, termasuk manusia. Hormat terhadap keragaman pun lalu termasuk di dalamnya.
Kedua, bertanggung jawab. Hal ini berarti hormat dalam arti aktif. Hormat terhadap hidup bisa saja pasif, tetapi tanggung jawab mengandaikan bahwa setiap perbuatan punya landasan pertimbangan yang lebih utuh. Maka, kesewenang-wenangan terhadap alam dalam cara berpikir pendek bisa dihindari.
Ketiga, hidup hemat. Bisa dikatakan bahwa sikap hemat adalah sikap yang lebih jauh lagi dari tanggung jawab. Hemat berarti berani mengatakan cukup untuk diri sendiri dengan mengingat bahwa masih banyak yang membutuhkan supaya bisa hidup. Hidup bersama membutuhkan keberanian membatasi diri.
Hal terakhir ini pun layak digarisbawahi secara tebal mengingat salah satu sebab pokok kerusakan Bumi adalah ketamakan manusia. Dalam hal ini apa yang dikatakan Mahatma Gandhi pantas diingat, ”Bumi ini cukup menjamin hidup manusia dan kebutuhannya, tetapi bukan keserakahannya!”
Emas Hijau dari Limbah
Rabu, 13 April 2011
Mereka pun Ingin Pemimpinnya Bermoral
Peribahasa yang pantas didengungkan disaat moralitas pemimpin banyak dipertanyakan. Bukan sebuah peribahasa yang berlebihan jika dikaitkan dengan tragedi anggota dewan yang beberapa waktu lalu hangat diperbincangkan. Bahkan akibat ulahnya mengakses situs porno pada saat rapat paripurna di parlemen, mengundang reaksi beragam dari kalangan masyarakat. Ujungnya, jabatan sebagai anggota dewan pun (mungkin) terpaksa ditanggalkannya.